DifaTV Bandarlampung – Pengadilan Negeri Tanjung Karang kelas 1A telah memutus untuk menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus korupsi dana hibah KONI Provinsi Lampung tahun anggaran 2020, Dr. Agus Nompitu, SE,MTP.
Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Oemar Seno Aji Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas 1 A tersebut dipimpin oleh Hakim Agus Windana,SH,MH dan dihadiri oleh pemohon Dr. Agus Nompitu, SE,MTP beserta Tim Penasehat Hukum, serta Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Lampung selaku termohon.
Dr (C) Andri Meirdyan Syarif, SE,SH,MM, Praktisi Hukum yang kerap menangani perkara korupsi, memberikan komentarnya terkait putusan tersebut. Menurut beliau, penetapan tersangka terjadi pada tahap penyidikan, di mana tersangka adalah seseorang yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Praperadilan sendiri merupakan proses persidangan sebelum sidang masalah pokok perkaranya disidangkan, yang bertujuan untuk memeriksa proses tata cara penyidikan dan penuntutan.
Menurut Dr (C) Andri Meirdyan Syarif, SE,SH,MM, yang juga Sekretaris BPW PAI Lampung, bahwa dalam Putusan MK Nomor 21/PPU-XII/2014 mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan;
Bahwa Tindakan Kejaksaan Tinggi Lampung dalam menetapkan Dr. AGUS NOMPITU, SE, MTP sebagai tersangka adalah kewenangan Penyidik Kejaksaan Tinggi Lampung, berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup minimal 2 (dua alat bukti) sebagaimana yang diajukan oleh Penyidik Kejati Lampung ditambah dengan keyakinan Penyidik bahwa tersangka telah melakukan tindak pidana korupsi, mengenai terbukti atau tidaknya akan diperiksa dalam PERKARA POKOK nya.
Dan dalam penetapan tersangka yang terjadi pada Proses penyidikan, masih dimungkinkan terjadinya SP3 (Surat Perintah Penghentian penyidikan) dengan alasan:
a) Tidak cukup bukti karena penyidik tidak memiliki dua alat bukti yang sah;
b) karena yang dilakukan tersangka ini bukan tindak pidana:
c) karena alasan demi hukum,
Dr (C) Andri Meirdyan Syarif, SE,SH,MM, yang merupakan Founder Kantor Hukum AMS dan Rekan, menyatakan bahwa praperadilan memiliki makna proses persidangan sebelum sidang masalah pokok perkaranya disidangkan. Praperadilan bukanlah badan yang berdiri sendiri diluar dari pengadilan, tetapi salah satu wewenang saja dari pengadilan. Proses dalam praperadilan hanya memeriksa proses tata cara penyidikan dan penuntutan serta tidak berwenang memeriksa perkara pidana.
Terkait dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana hibah KONI Provinsi Lampung tahun anggaran 2020, Kejati Lampung tetap akan memproses perkara tersebut tanpa terpengaruh atas adanya permohonan praperadilan. Dengan demikian, proses hukum terhadap kasus korupsi KONI Lampung tetap berlanjut, dan putusan praperadilan yang menolak permohonan Dr. Agus Nompitu, SE,MTP menjadi bagian dari tahapan tersebut.
Penetapan tersangka oleh Penyidik Kejaksaan Tinggi Lampung terhadap Dr. Agus Nompitu, SE, MTP, masih berupa dugaan tersangka melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya, bukan berarti tersangka telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana seperti dugaan dalam pasal yang dijeratkan penyidik adalah Wewenang Pemeriksaan Perkara Pokok yang memberikan kesempatan kepada Dr. AGUS NOMPITU, SE, MTP untuk membuktikan bahwa tersangka TIDAK BERSALAH.
Dengan putusan ini, Kejati Lampung akan terus memproses perkara korupsi KONI Lampung tanpa terpengaruh oleh hasil praperadilan tersebut. Kejaksaan Tinggi Lampung tetap fokus untuk mengungkap kasus korupsi dan menegakkan hukum, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut Dr (C) Andri Meirdyan Syarif, SE,SH,MM., penetapan Dr. Agus Nompitu, SE, MTP, sebagai tersangka oleh Penyidik Kejaksaan Tinggi Lampung masih berupa dugaan bahwa tersangka melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya. Hal ini tidak berarti bahwa tersangka telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merupakan wewenang Pemeriksaan Perkara Pokok yang memberikan kesempatan kepada Dr. Agus Nompitu, SE, MTP untuk membuktikan bahwa tersangka tidak bersalah. (Maulana)