Laporan : Tedi
Editor : Valen
KALIANDA, Difatv.com – Ketua JPKP (Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan) Provinsi Lampung, Juliansyah pinta Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Zulkifli Hasan tertibkan penjualan MinyaKita diatas harga eceran tertinggi (HET) di Provinsi Lampung, yang notabene kampung halamannya sendiri.
Menurut dia, di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten/Kota di Lampung, MinyaKita dilaporkan dijual oleh pengecer diatas HET dengan harga Rp17.000 perliter untuk setiap masing-masing kemasan.
Diketahui HET MinyaKita melalui Permendag nomor 18 tahun 2024 dinaikkan menjadi Rp15.700 perliter sebagai skema DMO (Domestik Market Obligation) dalam program Minyak Goreng Rakyat (MGR) pada pertengahan Agustus lalu.
“Hampir semua anggota kita di daerah (Lampung) melaporkan MinyaKita dijual diatas HET, sekitar Rp17.0000 perliter, untuk semua jenis kemasan. Trend kenaikan terjadi sejak awal Permendag 18 diberlakukan pada 14 Agustus silam,” ujar Juliansyah Lubis melalui sambungan telepon selulernya, Rabu 18 September 2024.
Dikatakan Juliansyah Lubis, mestinya Mendag Zulhas terlebih dahulu dapat mengatasi krisis harga minyak goreng yang melambung di kampung halamannya sendiri. Meskipun tanggung jawab Menteri Perdagangan itu untuk di seluruh Indonesia.
“Masa di kampung halamannya sendiri aja gak bisa diatasi, bagaimana kedepannya untuk Indonesia. Hayuk pak Zulhas anda bisa,” imbuh Juliansyah Lubis.
Padahal, terus Juliansyah, Permendag no 18 tersebut memungkinkan D1 menjual langsung ke pengecer jika D1 bukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan.
“Dengan begitu seharusnya memungkinkan MinyaKita didapatkan dengan harga yang murah. Tapi ini malah sebaliknya, MinyaKita diterima oleh pengecer sudah dengan mendekati HET. Maka tak salah jika akhirnya warung-warung menjual dengan harga diatas HET hingga Rp 17 ribu per liternya,” tukasnya.
Dari penelusuran JPKP, sambung Juliansyah, ada sekitar 4 produsen minyak goreng di Provinsi Lampung. Dari ke-4 produsen tersebut rata-rata mengandeng kerja sama sebagai distributor adalah dari anak perusahaan produsen itu sendiri yang masih dalam 1 grup perusahaan.
Menurut Juliansyah Lubis, ada 4 produsen minyak goreng di Lampung, yakni PT Bumi Waras, PT Sinar Laut, dan PT Domus Jaya dan PT Sumber Indah Perkasa (Sinar Mas).
“Kami melihat terjadinya monopoli, dari produsen hingga distributor lini pertama masih dalam 1 bendera yang sama. Tapi mestinya tidak menjadi masalah jika harga yang diterima masyarakat sesuai dengan HET karena tidak menambah rantai distribusi. Tapi faktanya malah sebaliknya,” ungkap dia.
Juliansyah juga meminta kepada pihak terkait agar transparan mengenai hak ekspor CPO dengan distribusi DMO masing-masing produsen yang telah terdaftar di SIMIRAH agar dapat dipublish ke publik. Sehingga mencegah terjadinya praktik penimbunan oleh pihak-pihak yang berkepentingan bisnis sesat
“Apalagi kuota DMO tersebut dimanfaatkan dalam kepentingan politik seperti pilkada. Jadi hal seperti ini yang perlu dilakukan penataan, penertiban hingga evaluasi regulasi yang terbukti tidak berjalan efektif,” pungkasnya.
Sementara, Manajer Bisnis Kanwil Bulog Lampung, Arief Kharisvan saat dihubungi mengaku Bulog Lampung tidak menerima distribusi MinyaKita sebagai program minyak goreng rakyat (MGR) dalam skema DMO dari pihak produsen.
“Untuk (Bulog) Lampung, kita tidak terima distribusi kuota DMO MinyaKita dari produsen ya,” sebut dia singkat seraya mengaku masih dalam perjalanan ke Metro dalam rangka rekonsiliasi.
Terpisah, Anis (39) pemilik toko sembako di Pasar Inpres Kalianda mengaku jual MinyaKita ukuran 1 liter dengan harga Rp17ribu. Menurutnya,, dia terima dari agen setiap dus berisi 12 kemasan 1 liter dengan harga Rp185ribu.
“Dari agen saja udah harga segitu, kalau dirincikan perliter kemasan Rp15.460 modalnya. Sedangkan minimal keuntungan untuk jual minyak goreng Rp1000 setiap perliter kemasan. Maka kami seluruh pedagang di pasar inpres sepakat jual MinyaKita Rp17ribu perliter kemasan,” katanya.
Sebelumnya, Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Lampung Selatan, melalui sekretarisnya Suherman menyatakan, bagi-bagi minyak goreng oleh Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Zulkifli Hasan Zulhas) ke seribuan tim sukses (Timses) desa bakal calon bupati Lampung Selatan, Egi Radityo Pratama (ERP) di SMA Kebangsaan Kecamatan Penengahan pada Jumat 6 September lalu, dinilai telah terjadinya konflik kepentingan. Bahkan dengan kewenangannya selaku penyelenggara negara, kegiatan Zulhas tersebut menjurus pada penyalahgunaan wewenang.
“Ketika minyak goreng yang akhirnya menjadi pilihan Zulhas dalam mendukung menantunya itu, maka dengan posisinya sebagai menteri perdagangan, publik secara nalar logika menilai ada sesuatu dengan minyak goreng yang memang menjadi kewenangan Zulhas selaku Menteri Perdagangan di bidang usaha minyak sawit,” ujar Suherman, Senin 16 September 2024.
Diungkap Suherman, berdasarkan investigasi langsung ke masyarakat, didapati minyak goreng yang dibagikan oleh Mendag Zulhas tersebut berupa minyak goreng kemasan botol ukuran 500 mili liter tanpa merk dan label apapun. Dimana setiap 1 orang yang hadir dalam acara itu menerima 1 dus yang berisikan 10 botol minyak goreng.
Menurut dia, ada 2 kemungkinan ketika diperhatikan bentuk fisik minyak goreng itu saat diterima oleh para timses tingkat desa yang kerap disebut Kordes.
“Ada 3 jenis sumber minyak goreng yang ada di Indonesia, yang pertama tentunya minyak goreng kemasan premium dengan merk terkenal. Kedua minyak goreng kemasan sederhana dengan merk MinyaKita dan terakhir adalah minyak goreng curah. Yang pasti untuk yang pertama kita kesampingkan,” imbuhnya. (*)