Oleh ; Ust. Muhammad Irfan, SHI., M. Sy
Assalamualaikum ww
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, selawat dan salam kita sanjung agungkan kepada nabi Allah Muhammad SAW
Pembaca yang budiman
Kemuliaan Ulamāʾ Allah abadikan dalam QS. Fathir ; 28
وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلْأَنْعَٰمِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Artinya :
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
Ulamāʾ adalah bentuk jamak dari kata ʿĀlim yang secara harfiah artinya adalah “orang yang berilmu”. Sedangkan jika ditinjau dari terminologi “adalah mereka yang memiliki, memahami, menguasai dan mengamalkan ilmu agama (Islam) dan membimbimbing ummat manusia untuk menuju Allah”.
Tugas Ulamāʾ selanjtnya adalah meneruskan perjuangan Rasulullah Saw hal ini berdasarkan sabda beliau
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ،
Artinya :
Sesungguhnya Ulamāʾ adalah pewaris Nabi
Dalam kitab Kifayat al-Atqiya wa Minhaj al-Ashfiya dijelaskan bahwa ulama adalah mereka yang tekun ibadah, zuhud, berilmu akhirat, memahami kemaslahatan umum dan semata-mata langkah dan tindakannya hanya tertuju kepada Allah semata. Al-Syaikh Shalih Fauzan mengatakan, “wajib memuliakan Ulamāʾ karena mereka adalah pewaris para nabi”.
Menjadi Ulamāʾ tidak cukup hanya berbekalkan penampilan layaknya seperti ulama, tidak juga cukup dengan mahir dalam berdakwah melainkan harus didasari dengan ilmu dzhahir dan ilmu bathin.
Antara lain memahami Al-Qur’an, Qira’ah, Tajwid, Tafsir, Ulumu al-Tafsir, Hadits, Musthalhat al-hadits, Fiqh, Ushu al-Fiqh, Lughah, Nahwu, Shorof, Ma’ani, Bayan, Badi’, Mantiq, Adab, Tauhid, Akhlak, Tashawwuf dan lain sebagainya.
Meskipun ilmu yang dipelajari cukup banyak tetapi keahlian Ulamāʾ satu dengan ulama lainnya bisa berbeda-beda. Jika di dunia kodekteran ada istilah “spesialis” artinya setiap dokter memiliki keahlian di bidangnya masing-masing ; seperti bidang gigi ada ahlinya tersendiri, bidang kulit ada ahlinya tersendiri, bidang mata ada ahlinya tersendiri, bidang jantung ada ahlinya tersendiri dan lain-lain.
Maka Ulamāʾ pun demikian, ada Ulamāʾ yang ahli dibidang fiqh namun belum tentu ahli dibidang tauhid, adapula yang ahli dibidang nahwu namun belum tentu ahli dibidang ruhaniah, ada juga yang ahli dibidang hadits namun belum tentu ahli dibidang tafsir dan begitupun seterusnya.
Karena itu seseorang yang memiliki jiwa Ulamāʾ dirinya sadar akan keterbatasan dari luasnya lautan ilmu Allah dan ia juga berlapang dada, mengakui kelebihan yang dimiliki oleh Ulamāʾ lainnya. Sehingga sifat syukur dan tawadhhu’ selalu hadir dalam dirinya.
Terakhir dari tulisan yang singkat ini, bila ditinjau dari masa tentu terpaut jauh jarak kita dengan Rasulullah Saw (1441 saat ini), oleh sebab itu tidak cukup berguru hanya kepada satu ʿĀlim, jangan merasa puas dengan ilmu yang ada tetapi maju kedepan kita harus berguru kepada Ulamāʾ sebanyak-banyaknya. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah Swt. Aamiin. ***