INFORMASI
DIFa TV Terbit Sejak 1 Agustus 2004 - DIFa TV Merupakan Media Siber Online dan Koran Cetak. Kantor Redaksi DIFA TV Berada Di Jalan Sultan Agung, Gang Perdana Jaya, Labuhan Ratu, Bandar Lampung, Lampung.

Berkali-kali Menang Dipersidangan, Korban Penggusuran JTTS Di Lampung Selatan Belum Juga Menerima Haknya

Laporan : Tedi
Editor : Valen

Lampung Selatan, Difatv.com – Perjuangan menuntut keadilan di Negara Republik Indonesia yang berazaskan Pancasila dan UUD 45 seolah-olah hanya slogan belaka bagi 56 warga masyarakat Dusun Buring Desa Sukabaru Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan.

Betapa tidak, sejak lahan mereka digusur Pemerintah untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera ( JTTS ) pada tahun 2016 silam hingga kini tak kunjung mendapatkan kompensasi yang dijanjikan pemerintah pusat melalui instansi yang menangani pembebasan JTTS tersebut.

Sementara, 56 warga korban penggusuran JTTS itu tetap masih terbebani dengan pajak PBB, padahal JTTS tersebut telah lama beroperasi.

Bahkan beberapa warga korban Penggusuran JTTS tersebut ada yang telah berpindah alam alias meninggal dunia, tak sempat melihat dan merasakan hak mereka.

Selama 8 tahun itu, Suradi selaku Ketua Kelompok Masyarakat ( Pokmas ) dan kawan kawan telah mengikuti proses dan tahap demi tahap persidangan dan puncaknya Mahkamah Agung ( MA ) RI telah menyatakan gugatan di menangkan Suradi CS.

Meskipun demikian, Kementrian PUPR tetap juga tak membayarkan kompensasi sebesar 20 Milyar ke pada 56 korban penggusuran JTTS tersebut.

“Kami sudah menang di Pengadilan Kalianda, Menang di Pengadilan Banding, Menang di Pengadilan Kasasi, Menang di PK, seharusnya dana itu dititipkan di konsenasi pengadilan, kenapa itu tidak di lakukan oleh tim PURP Bina Marga Provinsi Lampung”. ungkap Suradi kepada Media ini, pada Jumat ( 31/01/2025 )

Bahkan menurut Suradi, pemberitaan media online, koran dan TV juga telah mengiringi kasus yang penuh intrik yang rumit tersebut.

Dengan Alotnya kasus tersebut Suradi Cs telah meminta bantuan lembaga Ombudsman Perwakilan Provinsi Lampung dan mendapat surat balasan dari Ombudsman Republik Indonesia yang di terima Suradi pada tanggal 11 Juli 2024.

Kemudian Surat Tindak lanjut dari Ombudsman RI yang di terima Suradi pada tanggal 5 Agustus 2024.

Selanjutnya Surat Perkembangan Laporan dari Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Lampung pada tanggal 7 Oktober 2024. Dalam poin 4 surat tersebut menerangkan bahwa:

Ombudsman Republik Indonesia telah melakukan pertemuan secara langsung dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup (LHK) RI pada tanggal 26 September 2024 melalui surat nomor:B/2711/LM.28-K4/IX/2024

Dari hasil koordinasi tersebut menyatakan bahwa Menteri LHK berkomitmen untuk melakukan penyelesaian laporan/penyelesaian pelepasan kawasan hutan, namun harus mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku, dan Kementerian LHK RI menunggu pengajuan dari Kementerian PUPR RI karna terdapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) oleh Kementerian PUPR RI.

Proses selanjutnya Pihak Kementerian PUPR telah mengeluarkan surat tertanggal 24 Oktober 2024 Prihal permohonan tindak lanjut atas putusan pengadilan negeri Kalianda Nomor 37/Pdt.G/2020/PN.Kla jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 75/PDT/2021/ PT TJK jo. Putusan Mahkamah Agung nomor 1192 PK/Pdt/2023 atas nama penggugat Suradi CS.

Surat Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 24 Oktober 2024 sudah dibalas.

Pada poin 5 menyatakan bahwa kawasan tersebut masih kawasan hutan dan izin pinjam pakai kawasan hutan yang dimiliki Kementerian PUPR masih berlaku serta tidak pernah di cabut/dibatalkan oleh putusan pengadilan Kementrian PUPR belum dapat melaksanakan putusan di maksud.

Kemudian Surat Kementrian Kehutanan Dirjen Planologi Kehutanan telah menanggapi surat Kementerian PUPR nomor : 5.3/Pla/KUH/PLA.4.1/B/01/2025.

Poin 4 menyatakan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum agar menyampaikan usulan permohonan pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Pekerjaan Umum di lengkapi persyaratan administrasi, teknis dan komitmen sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.

“Pada intinya hanya persyaratan administrasi dan teknis yang belum di lakukan/dilaksanakan oleh pihak PUPR. Padahal Pihak Kehutanan siap melepaskan, tetapi pihak Kehutanan masih menunggu adminnya dari PUPR, ungkap Suradi. (*)