Difatv.com, Bandarlampung — Dalam rangka memperkuat pemahaman dan praktik penyelenggaraan pendidikan inklusif serta pengembangan sekolah ramah anak, SD Fransiskus 2 Rawalaut Bandar Lampung melaksanakan kegiatan study banding ke SMP Negeri 14 Bandar Lampung.
Rombongan yang terdiri dari kepala sekolah, guru kelas, guru pendamping, serta staf sekolah disambut langsung oleh Kepala SMP Negeri 14 Bandar Lampung, Bapak Wasiat, S.Pd., M.MPd., beserta jajaran guru dan tenaga pendidik inklusi. Kegiatan ini menjadi momen penting dalam upaya kolaboratif antar satuan pendidikan dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, aman, dan nyaman bagi seluruh peserta didik, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK).
Dalam sambutannya, Kepala SD Fransiskus 2 Rawalaut, Suster Maria menyampaikan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari komitmen sekolah dalam mengembangkan pendekatan pembelajaran yang menghargai keberagaman. “Kami ingin belajar dari pengalaman SMP Negeri 14 dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif serta membangun iklim sekolah yang ramah anak, baik secara fisik maupun psikologis,” ujarnya.
Sementara itu, Bapak Wasiat, S.Pd., M.MPd., memaparkan bahwa SMP Negeri 14 Bandar Lampung telah menerapkan prinsip inklusif dalam pembelajaran dengan melakukan penyesuaian kurikulum, dan membangun kesadaran bersama antar warga sekolah mengenai pentingnya menghargai perbedaan. “Kami percaya bahwa setiap anak memiliki hak untuk belajar dengan aman dan dihargai. Oleh karena itu, kami terus berupaya menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah bagi semua siswa, tanpa terkecuali,” jelasnya.
Dalam kegiatan tersebut, peserta study banding diajak untuk melihat secara langsung fasilitas pendukung pendidikan inklusi seperti ruang layanan konseling, ruang belajar ABK, serta sarana-sarana yang menunjang program sekolah ramah anak, seperti pojok literasi, taman bermain edukatif, dan ruang kreatif siswa.
Selain itu, berlangsung pula sesi diskusi interaktif antara guru-guru dari kedua sekolah yang membahas penyusunan program Individualized Education Program (IEP), pelatihan guru dalam menangani ABK, hingga strategi pelibatan orang tua dan komunitas dalam mendukung proses belajar dan perlindungan anak di sekolah.
Acara ditutup dengan penyerahan cinderamata dan foto bersama sebagai simbol persahabatan dan kerja sama yang positif antar kedua sekolah. Diharapkan, hasil dari study banding ini dapat diterapkan di SD Fransiskus 2 Rawalaut untuk mewujudkan sekolah yang lebih inklusif, adaptif, dan menjunjung tinggi hak-hak anak. (Tia)